AMAN Mentawai Tolak Keras HTI di Mentawai

MENTAWAI-Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) Mentawai keras menolak rencana Hutan Tanaman Industri (HTI) di Mentawai seluas 20.110 hektar di Pulau Siberut kepada PT. Biomass Andalan Energi.

Izin HTI di pulau Siberut tersebut telah dikeluarkan oleh Keputusan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan RI Nomor 2382/menhut-VI/BRPUK/2015 tentang Peta Arahan Pemanfaatan Hutan dan Keputusan Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) No.5/1/S-IUPHHK-HTI/PMDN/2016 tentang Persetujuan Prinsip Permohonan Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Kayu dalam Hutan Produksi.

“Atas Mandat dari organisasi, AMAN Kepulauan Mentawai menolak keras rencana lokasi izin HTI di Mentawai”, kata Rapot Pardomuan, Ketua BPH AMAN Mentawai pada rilis pada Rabu, 27 April lalu.

Dasar penolakan AMAN Mentawai terhadap rencana masuknya HTI tersebut jelas dengan hadirnya HTI akan mengancam pada keberlanjutan kehidupan orang Mentawai dimana tanah bagi orang Mentawai adalah harta yang paling berharga.

Dengan hadirnya HTI ini juga akan hilangnya budaya. Hutan bagi masyarakat Mentawai, merupakan bagian yang tidak terpisahkan dalam kehidupan untuk berladang, dan masih memanfaatkan hasil hutan untuk meramu obat.

AMAN Mentawai menilai penunjukan kawasan hutan di Mentawai juga tidak melalui proses dimana masyarakat adat tidak dilibatkan oleh Pemerintah sebelum mengeluarkan SK 2382, maupun SK 35/Menhut-II/2013.

Padahal Pemerintah RI juga telah meratifikasi deklarasi PPB yang dikukuhkan oleh Majelis Umum PBB pada September 2007 untuk hak Masyarakat adat. FPIC (Free Prior and Informed Consent) atau Persetujuan tanpa paksaan atas dasar informasi awal atau disebut juga Persetujuan Bebas, Didahulukan dan di informasikan adalah salah satunya.

Pada saat itu sebanyak 143 negara mendukung termasuk Pemerintah Indonesia, 4 menolak dan 11 abstain. Pada Pasal 32 ayat 1 disebutkan bahwa masyarakat adat berhak menetapkan dan mengembangkan prioritas bagi perkembangan atau penggunaaan tanah mereka dan sumberdaya lainnya.

Menurut Rapot, pemerintah atau Kemen LHK mestinya bertanya dulu kepada masyarakat adat adat sebelum mengeluarkan SK 35 atau SK 2382 yang diperdebatkan Apakah masyarakat adat pemilik tanah dan SDA itu mau tanah adatnya dijadikan HTI, Hutan Produksi, TNS, HPK, Hutan Lindung atau lainnya.

AMAN juga mengapresiasi Pemerintah Kabupaten Kepulauan Mentawai dalam hal ini Bupati Yudas Sabaggalet yang menyeruhkan penolakan terhadap Hutan Tanaman Industri di Mentawai.

“Penolakan HTI oleh Bupati Mentawai atas nama Pemda Mentawai adalah merupakan tindakan yang benar dan seharusnya dilakukan, sekali lagi atas nama AMAN Kepulauan Mentawai sebagai penerima mandat organisasi menyatakan dukungan penuh kepada Pemda Mentawai dalam menolak HTI.,” tulis Rapot dalam rilis AMAN Kepulauan Mentawai.

Pemda Mentawai melalui Kepala Dinas Kehutanan Kepulauan Mentawai Binsar Saleleubaja di Kantor Bapedalda Sumbar saat rapat kajian teknis Amdal HTI pada Senin, 2 Mei lalu Pemerintahan Kepulauan Mentawai menolak pemberian izin yang dikeluarkan kementerian Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan.

Kajian Dinas Kehutanan Kepulauan Mentawai di Kecamatan Siberut 190.000 hektar taman nasoinal hanya 18 persen yang bisa digarap masyarakat. Sebelumnya, Bupati Mentawai Yudas Sabaggalet juga sudah mengirimkan surat permohonan peninjauan ulang rencana HTI yang ditujukan kepada direktur PT Biomas Andalan Energi pada September 2015 serta Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan.

Mahasiswa Mentawai Gelar Aksi

Senin, 2 Mei lalu rutusan mahasiswa Mentawai yang ada di kota Padang Sumatera Barat melakukan aksi damai di deapan Kantor Badan Pengendalian Dampak Lingkungan Daerah (Bapedalda) Sumbar di jalan Khatib Sulaiman.

Dalam aksinya ratusan mahasiswa Mentawai yang tergabung satu wadah pada Aliansi Gerakan Mahasiswa Mentawai Tolak HTI (AGMMT-HTI) menuntut agar Menteri LHK mencabut izin HTI yang diberikan kepada PT. Biomass Andalan Energi seluas 20.110 hektar di Pulau Siberut.

Mahasiswa menilai rencana masuknya HTI di Mentawai akan memicu konflik sosial yang akan muncul lataran klaim pemerintah yang dilakukan terhadap hutan di Siberut merupakan hutan adat. Pemberian izin oleh pemerintah itu sama dengan pemerintah mengklaim itu hutan Negara dan itu salah, hutan kami adalah hutan ulayat jauh sebelum negara ini merdeka dan negara tidak hak disana.

Kemudian, munculnya dampak negatif dari izin tersebut, mulai dari dampak lingkungan dengan rusaknnya hutan. Dampak Ekonomi dengan hilangnya hak masyarakat atas tanah dan hutan mereka sendiri. Lalu dampak sosial budaya seperti sangketa batasan tanah antar suku dan hilangnya nilai budaya Mentawai karena rusaknya hutan.

Selanjutnya penilaian mahasiswa Mentawai bahwa tanah dan hutan Mentawai bukan non produktif melainkan produktif dan merupakan sumber kehidupan masyarakat Mentawai. (Patriz Sanene)

 

 

Be the first to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published.


*